Mei 21, 2016

Sukses Itu Keputusan


Oleh : Sofia Zahra

Jumat lalu, tidak seperti biasa, kelas kami bukan hanya diberikan kuliah sepeti biasa. Tapi juga diberikan tayangan video tentang anak-anak muda yang meraup sukses diusia muda.
Kesuksesan yang mereka raih itu buat saya agak jealous. Bagaimana tidak? Kalau mereka yang masih berusia rentang 20-an awal, bisa mendapat keuntungan ratusan juta perbulan berkat hasil bisnisnya sendiri.

Video itu menayangkan 3 anak muda, berikut ceritanya : 

1.       Namanya Theresia Dara Putri, saat diwawancarai usianya masih 25 tahun. Tergolong sangat muda untuk memiliki perusahaan sendiri yang produk-produknya sudah diekspor ke beberapa negara seperti Jepang, Korea, Polandia, Malaysia, Taiwan, dan beberapa negara lainnya.

Perusahaan yang ia punya diberi nama, Karya Semesta. Produk unggulannya kopi. Ia punya 4 hektar lahan sendiri yang khusus menanam biji kopi produksinya itu. Tapi karena permintaan yang banyak, ia tetap masih membutuhkan agen-agen lain seperti petani kopi untuk memenuhi pesanannya.

Jiwa pembisnisnya sudah ada sejak dia duduk dibangku SMP dan SMA. Kala itu ia menjual barang-barang yang dekat dengan kehidupan anak-anak seusianya, seperti sepatu, tas, serta jajanan kantin seperti pisang goreng.
Lalu beranjak dewasa, ia ikut kerja dengan orang lain. Mendapatkan banyak pengalaman dari situ, membuat dia mencoba untuk turun langsung dalam rangka “berjualan”. Saat itu ia mulai sedikit-sedikit memproduksi kopi sendiri, tapi tetap menjual kopi milik orang lain pula.

Katanya lebih laku produk orang lain dibanding produknya sendiri. Tapi hal itu tak membuatnya putus asa.
Sempat mengalami pahitnya ditipu orang, juga bukan halangan baginya untuk mundur dalam mengembangkan bisnis.

Hasilnya berbuah manis, usahanya berkembang pesat dan permintaan dari berbagai negara membuatnya menjadi wirausaha sukses serta sempat dianugrahi berbagai penghargaan.


2.       Saat diwawancarai usianya baru 21 tahun.  Namanya Nicholas Kurniawan. Bisnisnya agak unik menurut saya : ikan hias.

Ia lahir dari keluarga biasa saja. Ibunya pedagang kue, sedangkan ayahnya seorang penjaga toko. Namun yang selalu ia ingat dari orang tuanya adalah, ia selalu dimasukan ke sekolah-sekolah terbaik agar mendapatkan pendidikan terbaik pula.

Saya yakin sekali bisnis yang ia pilih ini tentu merupakan hobinya. Pasalnya merawat ikan bagi saya agak sulit. Harus rajin membersihkan kolamnya, pemberian makan harus tepat waktu, mengurusi oksigen (beberapa ikan mati tanpa gelembung oksigen), ditambah bisnis ikannya sudah diekspor ke beberapa negara, seperti Belanda, Estonia, China, Pakistan, Kanada, dan beberapa negara lain.

Seberhasil ini, jalan yang diambil Nicho tidak mulus begitu saja. Banyak hambatan juga yang ia alami. Ia pernah terkena tipu beberapa kali, salah satunya uang sebesar 10 jua hilang di awal ia mambangun bisnis. Dimana jumlah uang tersebut terbilang cukup banyak buatnya saat itu. serta meminta bimbingan dari beberapa orang yang sudah sukses menjadi pengimpor ikan hias, malah menjadikannya bahan untuk ceramahan mereka, seperti dibilang selesaikan kuliah dulu, dianggap remeh dan sebagainya.

Saat si pembawa acara menanyakan apa moto hidup Nicho hingga dapat membangun usaha hingga seberhasil sekarang ia menjawab : Ikan mati berjalan mengikuti arus, tetapi ikan mahal berjalan melawan arus. Dimana ia yakin, untuk menjadi orang-orang yang biasa caranya mudah sekali, ikuti saja jalan hidup tanpa memikirkan suatu jalan strategi tertentu. Ikuti kemana hidup akan membawa kita ke arah mana, tanpa harus menolak. Tetapi untuk jadi orang berkualitas, mengikuti arus kehidupan bukan cara yang tepat. Harus ada strategi, keinginan kuat, serta kerja keras untuk membuat kita menjadi orang berkualitas.


3.       Saat mendengar ia baru berusia 19 tahun ketika diwawancarai, timbul rasa kagum yang tinggi dalam benak saya. Ya Tuhan, itu seusia saya.

Yang ini ceritanya lebih ekstrim dan juga lucu. Ia mulai berjualan sejak duduk di bangku SD, berjualan banyak barang dan sempat ia mengatakan kala itu berjualan “serabutan”. Mulai dari jual koran, kelereng,  hingga menjadi tukang ojek payung. Beranjak SMA, bidang barang dagangannya berubah, sekarang lebih naik kelas sedikit, seperti menjual buku, pancake, roti, dan beberapa makanan kecil lain.

Ia akui tak banyak untung yang ia dapat dengan berjualan barang-barang itu, bahkan sempat mengalami kerugian. Bahkan sempat disita barang dagangannya karena berjualan di kelas saat jam belajar sedang berlangsung. “Karena saat jam jam itu perut-perut kami bunyi”, ucapnya ketika ditanya alasan dagangannya disita.

Saat duduk dibangku SMA kelas 2, ia mengahdiri seminar kewirausahaan, di mana merupakan awal bisnis besarnya dimulai.

 Bertemu dengan pembicara seminar itu, ia ditawari untuk mengelola salah satu tempat bimbingan belajar yang menggunakan konsep franchise untuk mengembangkan usahanya. Ditawari untuk memegang salah satu cabang franchise, membuatnya tertantang untuk memulai usaha. Namun biaya 175 juta rupiah bukan hal yang mudah bagi anak sekolahan belasan tahun. Dengan usaha meyakinkan ayah dan ibunya, ia mendapat sebagian uang untuk menyicil biaya perdana kepemilikan bimbel, padahal diakui kedua orang tua Hamzah, uang itu awalnya akan digunakan untuk membeli mobil.

Pada akhirnya tempat bimbel itu berkembang dengan baik, tiap bulan ia mendapat untung di atas 100 juta rupiah.

 “Lalu bagaimana dengan uang ayah dan ibu Hamzah? Dikembalikan?” tanya si pembawa acara.

“Saya belikan mobil”.

Saya terpana. Diusia sebelia itu, sudah bisa membelikan uang untuk kedua orang tuanya? Bukan main bangganya pasti si orang tua Hamzah.

Selain dibidang pendidikan itu, Hamzah kini juga punya bisnis lain dibidang meubel yang memproduksi sofa bed, kasur, dan bantal.

Dengan lagaknya yang polos dan jujur itu, banyak kisha lucu yang ia lontarkan. Penonton di tv yang menonton secara live tertawa, begitu pun beberapa anak di kelas saya ketika mentononnya, termasuk saya sendiri.



Mengutip kata dari Theresia Dara Putri, “Kita tidak dapat mengarahkan arah angin, tapi kita dapat mengarahkan layar kehidupan”. Dimana takdir dan berbagai hal yang terjadi di sekitar kita memang sudah ditentukan oleh Yang Maha Esa, selanjutnya keputusan milik kita sebagai manusia, untuk menyikapi takdir tersebut.

Apa yang  didapatkan oleh ketiga wirausaha tadi tidak datang begitu saja, melainkan dibayar dengan usaha yang telah mereka lakukan dengan kerasnya. Mereka memutuskan untuk melakukan berbagai hal yang dapat meraih apa yang mereka impikan, hasilnya kesuksesan mereka yang banyak diinginkan juga oleh orang lain.

Sekali lagi, sukses atau tidak itu mengenai keputusan.





Referensi :

Suharyadi, dkk. 2008. Kewirausahaan Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda. Jakarta : Salemba Empat

Acara Kick Andy, 26 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar