Oleh : Sofia Zahra
Jumat lalu, tidak seperti biasa,
kelas kami bukan hanya diberikan kuliah sepeti biasa. Tapi juga diberikan
tayangan video tentang anak-anak muda yang meraup sukses diusia muda.
Kesuksesan yang mereka raih itu buat saya agak jealous. Bagaimana tidak? Kalau mereka yang masih berusia rentang 20-an awal, bisa mendapat keuntungan ratusan juta perbulan berkat hasil bisnisnya sendiri.
Kesuksesan yang mereka raih itu buat saya agak jealous. Bagaimana tidak? Kalau mereka yang masih berusia rentang 20-an awal, bisa mendapat keuntungan ratusan juta perbulan berkat hasil bisnisnya sendiri.
Video itu menayangkan 3 anak
muda, berikut ceritanya :
1. Namanya
Theresia Dara Putri, saat diwawancarai usianya masih 25 tahun. Tergolong sangat
muda untuk memiliki perusahaan sendiri yang produk-produknya sudah diekspor ke
beberapa negara seperti Jepang, Korea, Polandia, Malaysia, Taiwan, dan beberapa
negara lainnya.
Perusahaan yang
ia punya diberi nama, Karya Semesta. Produk unggulannya kopi. Ia punya 4 hektar
lahan sendiri yang khusus menanam biji kopi produksinya itu. Tapi karena
permintaan yang banyak, ia tetap masih membutuhkan agen-agen lain seperti
petani kopi untuk memenuhi pesanannya.
Jiwa
pembisnisnya sudah ada sejak dia duduk dibangku SMP dan SMA. Kala itu ia
menjual barang-barang yang dekat dengan kehidupan anak-anak seusianya, seperti
sepatu, tas, serta jajanan kantin seperti pisang goreng.
Lalu beranjak
dewasa, ia ikut kerja dengan orang lain. Mendapatkan banyak pengalaman dari
situ, membuat dia mencoba untuk turun langsung dalam rangka “berjualan”. Saat
itu ia mulai sedikit-sedikit memproduksi kopi sendiri, tapi tetap menjual kopi
milik orang lain pula.
Katanya lebih
laku produk orang lain dibanding produknya sendiri. Tapi hal itu tak membuatnya
putus asa.
Sempat mengalami
pahitnya ditipu orang, juga bukan halangan baginya untuk mundur dalam
mengembangkan bisnis.
Hasilnya berbuah
manis, usahanya berkembang pesat dan permintaan dari berbagai negara membuatnya
menjadi wirausaha sukses serta sempat dianugrahi berbagai penghargaan.
2. Saat
diwawancarai usianya baru 21 tahun. Namanya
Nicholas Kurniawan. Bisnisnya agak unik menurut saya : ikan hias.
Ia lahir dari
keluarga biasa saja. Ibunya pedagang kue, sedangkan ayahnya seorang penjaga
toko. Namun yang selalu ia ingat dari orang tuanya adalah, ia selalu dimasukan
ke sekolah-sekolah terbaik agar mendapatkan pendidikan terbaik pula.
Saya yakin
sekali bisnis yang ia pilih ini tentu merupakan hobinya. Pasalnya merawat ikan
bagi saya agak sulit. Harus rajin membersihkan kolamnya, pemberian makan harus
tepat waktu, mengurusi oksigen (beberapa ikan mati tanpa gelembung oksigen),
ditambah bisnis ikannya sudah diekspor ke beberapa negara, seperti Belanda,
Estonia, China, Pakistan, Kanada, dan beberapa negara lain.
Seberhasil ini,
jalan yang diambil Nicho tidak mulus begitu saja. Banyak hambatan juga yang ia
alami. Ia pernah terkena tipu beberapa kali, salah satunya uang sebesar 10 jua
hilang di awal ia mambangun bisnis. Dimana jumlah uang tersebut terbilang cukup
banyak buatnya saat itu. serta meminta bimbingan dari beberapa orang yang sudah
sukses menjadi pengimpor ikan hias, malah menjadikannya bahan untuk ceramahan
mereka, seperti dibilang selesaikan kuliah dulu, dianggap remeh dan sebagainya.
Saat si pembawa
acara menanyakan apa moto hidup Nicho hingga dapat membangun usaha hingga
seberhasil sekarang ia menjawab : Ikan mati berjalan mengikuti arus, tetapi ikan
mahal berjalan melawan arus. Dimana ia yakin, untuk menjadi orang-orang yang
biasa caranya mudah sekali, ikuti saja jalan hidup tanpa memikirkan suatu jalan
strategi tertentu. Ikuti kemana hidup akan membawa kita ke arah mana, tanpa
harus menolak. Tetapi untuk jadi orang berkualitas, mengikuti arus kehidupan
bukan cara yang tepat. Harus ada strategi, keinginan kuat, serta kerja keras
untuk membuat kita menjadi orang berkualitas.
3. Saat
mendengar ia baru berusia 19 tahun ketika diwawancarai, timbul rasa kagum yang
tinggi dalam benak saya. Ya Tuhan, itu seusia saya.
Yang ini ceritanya
lebih ekstrim dan juga lucu. Ia mulai berjualan sejak duduk di bangku SD,
berjualan banyak barang dan sempat ia mengatakan kala itu berjualan
“serabutan”. Mulai dari jual koran, kelereng,
hingga menjadi tukang ojek payung. Beranjak SMA, bidang barang
dagangannya berubah, sekarang lebih naik kelas sedikit, seperti menjual buku,
pancake, roti, dan beberapa makanan kecil lain.
Ia akui tak
banyak untung yang ia dapat dengan berjualan barang-barang itu, bahkan sempat
mengalami kerugian. Bahkan sempat disita barang dagangannya karena berjualan di
kelas saat jam belajar sedang berlangsung. “Karena saat jam jam itu perut-perut
kami bunyi”, ucapnya ketika ditanya alasan dagangannya disita.
Saat duduk
dibangku SMA kelas 2, ia mengahdiri seminar kewirausahaan, di mana merupakan
awal bisnis besarnya dimulai.
Bertemu dengan pembicara seminar itu, ia
ditawari untuk mengelola salah satu tempat bimbingan belajar yang menggunakan
konsep franchise untuk mengembangkan usahanya. Ditawari untuk memegang salah
satu cabang franchise, membuatnya tertantang untuk memulai usaha. Namun biaya
175 juta rupiah bukan hal yang mudah bagi anak sekolahan belasan tahun. Dengan
usaha meyakinkan ayah dan ibunya, ia mendapat sebagian uang untuk menyicil
biaya perdana kepemilikan bimbel, padahal diakui kedua orang tua Hamzah, uang
itu awalnya akan digunakan untuk membeli mobil.
Pada akhirnya
tempat bimbel itu berkembang dengan baik, tiap bulan ia mendapat untung di atas
100 juta rupiah.
“Lalu bagaimana dengan uang ayah dan ibu Hamzah?
Dikembalikan?” tanya si pembawa acara.
“Saya belikan
mobil”.
Saya terpana.
Diusia sebelia itu, sudah bisa membelikan uang untuk kedua orang tuanya? Bukan
main bangganya pasti si orang tua Hamzah.
Selain dibidang
pendidikan itu, Hamzah kini juga punya bisnis lain dibidang meubel yang
memproduksi sofa bed, kasur, dan bantal.
Dengan lagaknya
yang polos dan jujur itu, banyak kisha lucu yang ia lontarkan. Penonton di tv
yang menonton secara live tertawa, begitu pun beberapa anak di kelas saya
ketika mentononnya, termasuk saya sendiri.
Mengutip kata
dari Theresia Dara Putri, “Kita tidak dapat mengarahkan arah angin, tapi kita
dapat mengarahkan layar kehidupan”. Dimana takdir dan berbagai hal yang terjadi
di sekitar kita memang sudah ditentukan oleh Yang Maha Esa, selanjutnya
keputusan milik kita sebagai manusia, untuk menyikapi takdir tersebut.
Apa yang didapatkan oleh ketiga wirausaha tadi tidak
datang begitu saja, melainkan dibayar dengan usaha yang telah mereka lakukan
dengan kerasnya. Mereka memutuskan untuk melakukan berbagai hal yang dapat
meraih apa yang mereka impikan, hasilnya kesuksesan mereka yang banyak
diinginkan juga oleh orang lain.
Sekali lagi,
sukses atau tidak itu mengenai keputusan.
Referensi :
Suharyadi, dkk. 2008. Kewirausahaan Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda. Jakarta : Salemba Empat
Acara Kick Andy, 26 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar