MENGEMBANGKAN MINAT BERWIRAUSAHA FROZEN FOOD
Oleh : Widya Maharani (@U43-Widya)
1. Abstrak
Preferensi konsumen terhadap daging beku meningkat di Indonesia, sebagian karena masalah kebersihan yang terkait dengan ketersediaan produk segar. Popularitas diet protein telah membuat daging dan ikan menjadi lebih populer, dan makanan laut, khususnya, muncul sebagai sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut. Dengan meningkatnya perjanjian bilateral dan internasional mengenai perluasan pertanian dan perdagangan makanan, segmen daging dan ikan beku diperkirakan akan tumbuh selama periode perkiraan. Produk-produk ini menunjukkan umur simpan yang lebih lama mulai dari enam bulan hingga satu tahun, membuatnya nyaman untuk diekspor ke tempat-tempat terjauh. Perusahaan-perusahaan Indonesia mengekspor berbagai jenis daging ikan setelah diolah dan ditambahkan bahan pengawet sesuai standar internasional dan permintaan konsumen.
2. Latar Belakang
Frozen food
(makanan yang dibekukan) adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara
mengubah hampir seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan beku
menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan
produk menjadi panjang. Meningkatnya preferensi konsumen terhadap makanan siap
saji merupakan faktor penting yang mendorong pertumbuhan pasar makanan kemasan
di Indonesia. Karena faktor kenyamanan yang berkembang, telah terjadi
pertumbuhan eksponensial makanan kemasan, terutama makanan siap saji dan
makanan beku, karena tidak ada persiapan lebih lanjut yang diperlukan sebelum
dikonsumsi. Makanan yang dikemas meliputi makanan kaleng, makanan atau makanan
kemasan, makanan beku, makanan yang diawetkan, dan produk instan. Makanan siap
beku menarik bagi konsumen di Indonesia dengan gaya hidup yang sibuk, mereka
yang mencoba menurunkan berat badan, dan orang-orang yang tinggal sendiri dan
tidak ingin menyiapkan makanan lengkap. Kehadiran berbagai pemain global di
negara ini menyebabkan ketersediaan produk semakin luas. Selain itu, dengan
meningkatnya daya beli, keamanan dan kebersihan pangan diperhatikan oleh
konsumen di dalam negeri. Faktor-faktor ini telah memberi pemain global potensi
untuk membuat produk mereka tersedia di rak ritel, karena merek sering dianggap
sebagai produk berkualitas tinggi.
3.
Target Pasar
·
Individu: Ini terdiri dari masyarakat yang mungkin suka menyiapkan
makanan mereka sendiri daripada pergi ke restoran untuk makan. Target ini
menyasar kepada
keluarga kelas menengah dalam kategori ini.
· Toko grosir. Ada juga toko kelontong yang menjual makanan beku. Mereka mungkin tidak perlu membeli dalam jumlah besar. Beberapa toko kelontong ini bergantung pada pemasok makanan beku.
4. Kelebihan frozen food
Kelebihan:
· Memulai bisnis makanan beku cenderung lebih menguntungkan. Permintaan akan makanan seperti itu akan lebih banyak di daerah perkotaan karena gaya hidup yang serba cepat dan keterbatasan waktu. Para profesional yang tinggal di kota hampir tidak mendapatkan cukup waktu untuk memasak, atau pergi ke pasar secara teratur untuk membeli persediaan segar. Mereka membutuhkan lebih banyak pilihan makanan instan, dan makanan beku adalah salah satunya.
Kekurangan
·
Belum banyak masyarakat yang menjadi
frozen sebagai makanan pokok
· Kandungan nutrisi frozen food tidak diminati masyarakat yang memiliki pola hidup sehat
5.
Hasil
Seperti yang dibahas di atas, frozen food membuka peluang bisnis yang cukup lebar. Pangsa pasar yang luas, apalagi selama masa pandemi, membuat frozen food menjadi bahan pangan yang cukup menjanjikan untuk dijual. Bagi penjual, frozen juga cukup menguntungkan karena masa penyimpanan yang lama. Artinya, penjual tidak perlu khawatir merugi karena produk yang tidak laku dalam waktu cukup lama. Banyaknya jenis frozen food juga membuat pemain baru lebih mudah untuk masuk atau menjajal bisnis ini.
Daftar Pustaka
Wiratno, S. (2012). Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di pendidikan tinggi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 18(4), 454-466.
Wiratno, S. (2012). Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di pendidikan tinggi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 18(4), 454-466.
Purnomo, M. (2015). Dinamika pendidikan
kewirausahaan: pemetaan sistematis terhadap pendidikan, pengajaran dan
pembelajaran kewirausahaan. JDM (Jurnal Dinamika Manajemen), 6(1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar