Maret 10, 2022

MENGEMBANGKAN MINAT BERWIRAUSAHA FROZEN FOOD

 MENGEMBANGKAN MINAT BERWIRAUSAHA FROZEN FOOD

Oleh : Widya Maharani (@U43-Widya)

1.     Abstrak

Preferensi konsumen terhadap daging beku meningkat di Indonesia, sebagian karena masalah kebersihan yang terkait dengan ketersediaan produk segar. Popularitas diet protein telah membuat daging dan ikan menjadi lebih populer, dan makanan laut, khususnya, muncul sebagai sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut. Dengan meningkatnya perjanjian bilateral dan internasional mengenai perluasan pertanian dan perdagangan makanan, segmen daging dan ikan beku diperkirakan akan tumbuh selama periode perkiraan. Produk-produk ini menunjukkan umur simpan yang lebih lama mulai dari enam bulan hingga satu tahun, membuatnya nyaman untuk diekspor ke tempat-tempat terjauh. Perusahaan-perusahaan Indonesia mengekspor berbagai jenis daging ikan setelah diolah dan ditambahkan bahan pengawet sesuai standar internasional dan permintaan konsumen.


2.     Latar Belakang

Frozen food (makanan yang dibekukan) adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara mengubah hampir seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan produk menjadi panjang. Meningkatnya preferensi konsumen terhadap makanan siap saji merupakan faktor penting yang mendorong pertumbuhan pasar makanan kemasan di Indonesia. Karena faktor kenyamanan yang berkembang, telah terjadi pertumbuhan eksponensial makanan kemasan, terutama makanan siap saji dan makanan beku, karena tidak ada persiapan lebih lanjut yang diperlukan sebelum dikonsumsi. Makanan yang dikemas meliputi makanan kaleng, makanan atau makanan kemasan, makanan beku, makanan yang diawetkan, dan produk instan. Makanan siap beku menarik bagi konsumen di Indonesia dengan gaya hidup yang sibuk, mereka yang mencoba menurunkan berat badan, dan orang-orang yang tinggal sendiri dan tidak ingin menyiapkan makanan lengkap. Kehadiran berbagai pemain global di negara ini menyebabkan ketersediaan produk semakin luas. Selain itu, dengan meningkatnya daya beli, keamanan dan kebersihan pangan diperhatikan oleh konsumen di dalam negeri. Faktor-faktor ini telah memberi pemain global potensi untuk membuat produk mereka tersedia di rak ritel, karena merek sering dianggap sebagai produk berkualitas tinggi.

 

3.     Target Pasar

·       Individu: Ini terdiri dari masyarakat yang mungkin suka menyiapkan makanan mereka sendiri daripada pergi ke restoran untuk makan. Target ini menyasar kepada keluarga kelas menengah dalam kategori ini.

·       Toko grosir. Ada juga toko kelontong yang menjual makanan beku. Mereka mungkin tidak perlu membeli dalam jumlah besar. Beberapa toko kelontong ini bergantung pada pemasok makanan beku.


4.     Kelebihan frozen food

Kelebihan:

·       Memulai bisnis makanan beku cenderung lebih menguntungkan. Permintaan akan makanan seperti itu akan lebih banyak di daerah perkotaan karena gaya hidup yang serba cepat dan keterbatasan waktu. Para profesional yang tinggal di kota hampir tidak mendapatkan cukup waktu untuk memasak, atau pergi ke pasar secara teratur untuk membeli persediaan segar. Mereka membutuhkan lebih banyak pilihan makanan instan, dan makanan beku adalah salah satunya.

Kekurangan

·       Belum banyak masyarakat yang menjadi frozen sebagai makanan pokok

·       Kandungan nutrisi frozen food tidak diminati masyarakat yang memiliki pola hidup sehat


5.     Hasil

Seperti yang dibahas di atas, frozen food membuka peluang bisnis yang cukup lebar. Pangsa pasar yang luas, apalagi selama masa pandemi, membuat frozen food menjadi bahan pangan yang cukup menjanjikan untuk dijual. Bagi penjual, frozen juga cukup menguntungkan karena masa penyimpanan yang lama. Artinya, penjual tidak perlu khawatir merugi karena produk yang tidak laku dalam waktu cukup lama. Banyaknya jenis frozen food juga membuat pemain baru lebih mudah untuk masuk atau menjajal bisnis ini.


Daftar Pustaka

Wiratno, S. (2012). Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di pendidikan tinggi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 18(4), 454-466.

Wiratno, S. (2012). Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di pendidikan tinggi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan18(4), 454-466.

Purnomo, M. (2015). Dinamika pendidikan kewirausahaan: pemetaan sistematis terhadap pendidikan, pengajaran dan pembelajaran kewirausahaan. JDM (Jurnal Dinamika Manajemen)6(1).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar