Berawal dari keinginan membeli Play
Station 2 dengan harga 1,5 juta, tetapi gaji saya tidak cukup untuk membeli,
dikarenakan dengan berpenghasilan 3 juta rupiah perbulan saya harus memutar
otak untuk membayar cicilan sepeda motor 800 ribu rupiah perbulan, dan
biaya kebutuhan bulanan 1,2 juta rupiah perbulan, maka sisa gaji saya tinggal 1
juta rupiah, sehingga untuk membeli Play station 2 dengan harga 1,5 juta rupiah
masih kurang 500 ribu rupiah. Disini saya mulai berfikir mencari uang tambahan
dengan menjual jersey bola. Awalnya saya menjual jersey tersebut pada
teman dekat saya yang punya hobi main bola, ternyata usaha saya cukup berhasil
dalam waktu sebulan saya bisa mendapatkan keuntungan 600 ribu rupiah dari
penjualan jersey, cukup lumayan untuk usaha sampingan. Sehingga saya bisa
membeli Play Station 2 tanpa mengurangi uang cicialn sepeda motor dan biaya
kebutuhan bulanan saya. Seperti itulah pengalaman berdagang yang pernah saya lakukan.
Di Bandung, tersebar tempat-tempat
yang menyajikan kekhasan dalam kuliner, termasuk tempat khusus menjual penganan
pedas. Adalah Toserda alias Toko Serba Lada, buah pikiran Willyhono,
yang menyediakan makanan tersebut.
Willy,
sapaan Willyhono,
menceritakan bahwa bisnisnya ini adalah menjajakan makanan pedas dari berbagai
jenis. Usahanya itu merupakan kelanjutan dari kegiatan awalnya, yaitu
menjajakan produk penganan pedas.
“Dulu,
saya menjual satu produk saja, yaitu bawang pedas. Namanya, Bawang Pedas
Balalada buatan teman saya,” kata dia.
Setelah
memasarkan keripik itu, pria kelahiran 1983 ini melihat respons pasar terhadap
penganan pedas sangat bagus. Dari sinilah, tercetus pemikiran untuk mendirikan
usaha menjual makanan pedas.
“Kalau
saya lihat, respons konsumen bagus. Rata-rata orang Indonesia suka makanan
pedas,” kata dia.
Willy kemudian
memutuskan untuk mengembangkan usaha itu dan memperbanyak jenis dagangannya.
Namun, dia tidak serta-merta membuat toko online.
Pertama,
dia membangun toko di Jalan Padjajaran No. 4, Bandung. Modal awalnya sebesar
Rp10-15 juta. Untuk nama toko yang bangunannya seluas 25 meter persegi itu, dia
sengaja memilih akronim dan ada unsur bahasa Sunda.
“Orang-orang
tahunya Toserba, toko serba ada. Tapi, saya pilih Toserda, toko serba lada. Kata ‘lada‘
dalam bahasa Sunda, kan, artinya pedas,”
kata dia.
Lalu,
dia juga mulai memperbanyak jenis dagangannya, mulai dari bawang goreng pedas,
keripik, kerupuk, abon, sambal, rendang, bahkan cokelat. Produk dagangannya
memiliki tingkat kepedasan, mulai level satu untuk pedas hingga level enam
untuk sangat pedas.
Penganan
itu pun beraneka macam ukurannya, mulai 100 gram, 300 gram, dan 400 gram.
Harganya juga bervariasi, mulai dari Rp5.000 hingga Rp. 59.000.
“Yang
Rp. 5.000 itu keripik, beratnya 100 gram dan Rp. 59.000 adalah rendang kering,”
kata pria lulusan Universitas Parahyangan, Bandung itu.
Barang
dagangan itu, Willy memperolehnya dari para produsen
makanan home industri yang ada di daerah Bandung dan sekitarnya.
“Tapi,
kalau untuk abon, saya juga mendapatkannya dari Cirebon, Medan, Jakarta, dan
Surabaya. Untuk cokelat, saya mengambil produk Chocodot dari Garut dan Monggo
dari Jawa (Yogyakarta) dan harganya berkisar Rp. 10-15 ribu per kemasan,” kata
dia.
Ada
dua cara, tambah Willy,
untuk memasok barang dagangan ke tokonya, yaitu dengan beli putus dan titip
dagangan. Kalau sistem beli putus, dia membeli sendiri barang untuk dijual,
sedangkan sistem titip barang, produsen penganan itu yang menitipkan dagangannya
ke tokonya. Cara titip barang ini yang paling banyak digunakan para supplier
Toserda.
“Saya
hanya mengambil marjin keuntungan 20 persen dari dagangan mereka,” kata dia.
Tapi,
tidak semua penganan pedas yang bisa masuk ke daftar jualannya. Pria ini mensurvei
dahulu calon dagangannya. “Saya lihat-lihat dulu dagangannya, mana yang paling
laris. Sambal biasanya habis 10 kemasan per minggu, sedangkan basreng (bakso
goreng) habis 100-200 bungkus per minggu,” ujarnya.
Omzet
Rp70 juta
Namun,
usahanya ini tidak selamanya manis. Willy mengaku sempat mengalami pasang surut
berjualan penganan pedas. Saat keripik pedas sedang booming, dia mampu meraup
omzet Rp. 60-70 juta per bulan.
Karena
sudah banyak pesaingnya, kini Toserda hanya bisa mendapat omzet setengahnya.
“Kalau sekarang omzetnya sebesar Rp. 30 juta per bulan,” kata sarjana
matematika ini.
Kini,
ia memiliki lima pekerja, termasuk dirinya, yaitu dua orang pegawai offline,
satu orang karyawan online, dan satu orang programmer.
Ditulis : E406-Djarwoto/41615110046
Referensi
: INSPIRASI HIDUP, KISAH ORANG SUKSES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar