
Design Thinking adalah sebuah pola pemikiran dari kaca mata
desainer yang dalam memecahkan masalahnya selalu dengan pendekatan human
oriented. Di beberapa negara, kaidah ini telah dikembangkan dalam berbagai
bidang seperti dunia bisnis, pengembangan produk, sosial, budaya, keputusan
politik, kebijakan hingga berbagai strategi jangka pendek dan jangka panjang.
Design Thinking juga diterapkan dalam bidang pendidikan, contoh yang populer
adalah Design Thinking for Educators.
Design Thinking mengkolaborasikan proses-proses sistematis
yang berpusat pada manusia sebagai penggunanya melalui proses terencana
sehingga menghasilkan perubahan perilaku dan kondisi yang sesuai harapan.
Terdapat empat pilar dalam Design Thinking, yakni pilar keseimbangan, kerangka
berpikir, penguunaan alat/toolkits dan pola pendekatan (Glinski, 2012).
Kesetimbangan
merupakan pilar pertama dalam kaidah Design Thinking, konsep kesetimbangan akan
kebutuhan digunakan untuk membuktikan bahwa sebuah inovasi harus dapat
diselenggarakan dan dibuktikan dengan sebuah penciptaan. Dalam dunia bisnis,
banyak reasoning dilakukan secara induktif, sedangkan cara deduktif sering
digunakan untuk memprediksi kondisi di masa yang akan datang. Kondisi lain
terjadi di dunia desainer, resoning dilakukan secara abduktif untuk menemukan
konklusi tanpa kebenaran eksplisit, sehingga yang perlu dilakukan adalah dengan
menyeimbangkan kedua mazhab dan pemikiran di atas.
Pilar kedua adalah adanya kerangka berpikir yang tepat.
Dalam proses berinovasi dibutuhkan pencarian ide-ide baru dengan melakukan
penelitian, pola interaksi dan mempelajari mengenai apa yang baru dan datang
untuk menginformasikan untuk menghasilkan sebuah persepi yang berpusat pada
manusia (human-centered).
Pada pilar yang ketiga adalah alat atau toolkit. Proses
inovasi membutuhkan cara-cara baru dalam mempresentasikan ide-ide. Banyak
perancang melakukan berbagai cara seperti menggambar, mengilustrasikan, membuat
prototipe, proses bercerita, komuniksi verbal dan berbagai dokumentasi
dilakukan untuk mempresentasikan ide. Dalam dunia nyata, hal-hal tersebut
dilakukan dan dieksplorasi untuk dapat mengkomunikasikan ide dengan lebih
efektif.
Pilar yang terakhir adalah pola pendekatan. Proses inovasi
dapat menjadi proses organisasi yang sistematis, dan Design Thinking adalah
sebuah proses bermain dan belajar yang menarik dan mampu menstimulasi pelakunya
dengan sangat baik. Namun jika tanpa kerangka berpikir dan berkegiatan yang
baik maka proses inovasi tidak akan berjalan dengan baik.
Dengan empat pilar
tersebut, Design Thinking dapat melengkapi proses pembelajaran agar proses
penguasaan kompetensi dapat berjalan lebih efektif dengan pola pembelajaran
yang menyenangkan dan menstimulasi mahasiswa untuk mampu berpikir secara kreatif
dan kritis. Design Thinking yang didalamnya mengedepankan proses
Discovery-Interpretation-Ideation-ExperimentationCreation ternyata dapat
diterapkan dalam pola pengembangan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang
inovatif seperti diilustrasikan
Dalam konsep pembelajaran tradisional kecenderungan yang
terjadi adalah pola pembelajaran berbasis
1. Behaviorisme (mengerti dan mengingat) dimana pembelajaran
berlangsung atas reaksi pada stimulasi eksternal,
2. Konstruksiorisme
(penciptaan dan evaluasi) diamana pembelajaran adalah proses dari perolehan dan
penyimpanan informasi dan
3. Kongnitivitas (analisa dan aplikasi) dimana pembelajaran
merupakan proses dari membangun realitas subjektif. Pada era digital seperti
saat ini berkembang basis konektivisme (pengenalan, pemahaman dan konektivitas)
dimana proses pembelajaran dilakukan dengan menghubungkan titik-titik sumber
informasi yang ada.
Ketika teori
pembelajaran tradisional di atas yang dikolaborasikan dengan proses
pembelajaran kontektivitsme pada masa digital maka akan dilahirkan sebuah
proses pembelajaran yang lengkap. Untuk mendapatkan hasil yang lengkap dengan
proses pembelajaran yang sesuai pada saat ini, maka dengan menerapkan kaidah
Design Thingking, proses pembelajaran mampu mengkolaborasikan kebutuhan saat
ini dengan memperhatikan berbagai aspek dalam pendidikan dan pengembangan
kemampuan ilmiah. Design Thinking juga mengakomodir untuk dapat mengembangkan
kemampuan otak kiri yang menyangkut kemampuan menulis, bahasa, keterampulan
sains, matematika dan logika sekaligus mensinergikannya dengan kemampuan otak
kanan dimana mengeksplorasi kreatifitas, kesadaran spasial, imajiansi, dimensi,
musik, seni dan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar