Tahun 2016 dimana perekenomian di Indonesia yang semakin
menurun membuat banyak masyarakat semakin terpuruk, banyaknya penggangguran dan
semakin bertambahnya rakyat miskin. Kondisi seperti ini mendorong saya sebagai
kaum muda prihatin dan ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia
dengan kemampuan dan bekal ilmu yang saya punya. Mungkin kalian para pembaca
setuju dengan hal ini? Lalu bagaimana solusinya?
Jawabannya perbanyaklah wirausahawan (entrepreneur). Bangsa yang maju membutuhkan setidaknya 2 persen
entrepreneur dari jumlah total penduduk, sementara di Indonesia jumlahnya
kurang dari jumlah minimal itu. Mengutip dari www.suara.com Bahlil Lahadalia selaku Ketua Umum Badan Pengurus Pusat
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) mengatakan “Saat
ini Indonesia baru memiliki 1,5 persen pengusaha dari sekitar 252 juta penduduk
Tanah Air. Indonesia masih membutuhkan sekitar 1,7 juta pengusaha untuk
mencapai angka dua persen. Sedangkan di negara Asean seperti Singapura tercatat
sebanyak 7 persen, Malaysia 5 persen, Thailand 4,5 persen, dan Vietnam 3,3 persen
jumlah pengusahanya.” Semakin banyak entrepreneur di suatu negeri, semakin meningkat kualitas
kehidupan dinegeri tersebut karena pendapatan Negara bertambah dari pajak
perusahaan tersebut dan terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat yang otomatis
mengurangi jumlah pengangguran.
Berbicara soal entrepreneur saya ingin membagikan cerita
sukses dari salah satu entrepreneur inspirasi saya. Siapa yang tak kenal
makanan steak? Daging sapi yang dipanggang diatas bara api dan dihidangkan dengan
lumuran saos yang lezat.
Makanan
ini memang bukan makanan khas Indonesia melainkan makanan khas dari negeri Inggris.
Tetapi dengan bumbu khasnya dari salah satu kedai penyedia makanan ini rasa
Indonesianya tetap kental. Kluenya restoran ini dinamakan warung. Warung? Kenapa
namanya “masyarakat” sekali? Sedangkan para pengusaha restoran lain berlomba
memberi nama yang terkesan “wah dan mewah.” Nah dengan dinamakan warung, harga
direstoran ini tidak mencekik pelanggannya melainkan harganya pas sekali
dikantong sekalipun para pelajar. Ini adalah restoran yang sering saya dan
teman-teman kunjungi sewaktu sekolah karena harganya yang murah meriah tapi
rasanya enak. Yap, nama restorannya adalah “WAROENG STEAK AND SHAKE.”
Pasti kalian para pembaca tahukan tentang kedai makanan satu
ini? Gerainya ada dimana-mana hampir disetiap daerah ada. Pemiliknya adalah
Jody Broto Suseno, pria kelahiran Jakarta 3 Maret 1974 ini memulai usahanya
bersama sang istri di Yogyakarta pada tahun 2000. Meskipun ayah Jody adalah
pemilik usaha steak juga “OBONK STEAK” yang memiliki kelas masyarakat menengah
atas, Jody memulai bisnisnya dari bawah. Ia bekerja di OBONK STEAK milik ayahnya
sebagai karyawan biasa dengan gaji standar karyawan lainnya.
Awalnya berjualan susu segar,
lalu roti bakar dan jus buah. Namun, bisnis itu terpaksa berhenti karena
peralatannya banyak diambil orang. Jody juga berjualan kaus partai politik.
Pada Pemilu 1999, jumlah partai membengkak dari tiga menjadi 48 partai. Jody
melihat peluang itu dan memanfaatkan dengan berjualan kaus berlambang partai
politik. Hasil penjualan, antara lain, digunakan untuk mengontrak rumah di
kawasan Demangan, Yogyakarta. Selepas pemilu, Jody dan Aniek berpikir lagi
mencari tambahan. Kelahiran anak pertama, Yuga Adiaksa, membuat kebutuhan
bertambah.
Akhirnya pasangan itu
memutuskan berjualan steik, seperti yang sudah dilakukan keluarga Jody. Namun,
pasangan itu tidak meniru konsep Obonk Steak. Mereka memilih mahasiswa dan
pelajar sebagai target pasar. Untuk merek usaha, mereka memilih nama Waroeng Steak and Shake.
Gerai pertama dibuka di teras
rumah mereka karena tidak ada dana untuk menyewa tempat. ”Saya pilih istilah
warung untuk menegaskan pesan makan steak di sini tidak mahal,” ujar Jody. Namun,
mereka terbentur modal untuk memulai usaha.
Kala itu, Jody dan Aniek hanya
punya uang Rp 100.000. Akhirnya, Jody menjual motor dan hasilnya dipakai untuk
modal awal Waroeng Steak. Ketika baru mulai, Jody mengurus dapur dan melayani
pembeli, sementara Aniek menjadi kasir. Namun, warung itu tidak langsung ramai.
”Pernah sehari cuma dapat bersih Rp 30.000,” ujarnya.
Dari cerita diatas kita dapat
menyimpulkan bahwa Jody adalah sosok yang percaya diri, mandiri, berani
mengambil resiko. Hal ini dapat dilihat dari sikapnya yang ingin berdiri di
kaki sendiri dan tidak mengandalkan nama besar usaha dari Bapaknya, ia lebih
memilih usaha dari nol dengan nama baru dan modal awal yang sedikit. Ia
mempunyai kemauan yang kuat dan menjaga keorisinalan dari produk yang ia jual.
Ingin tahu cerita selanjutnya? Baca disini…..
Sumber:
Himawan, Aditya. 2016. Bisnis. Jumlah Pengusaha di Indonesia Baru 1,5 Persen dari Total Penduduk. Diambil dari: http://www.suara.com/bisnis/2016/05/09/133306/jumlah-pengusaha-di-indonesia-baru-15-persen-dari-total-penduduk (1 Agustus 2016)
Himawan, Aditya. 2016. Bisnis. Jumlah Pengusaha di Indonesia Baru 1,5 Persen dari Total Penduduk. Diambil dari: http://www.suara.com/bisnis/2016/05/09/133306/jumlah-pengusaha-di-indonesia-baru-15-persen-dari-total-penduduk (1 Agustus 2016)
Wikipedia
Indonesia. 2016. Profil Jody Brotosuseno. Diambil dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Jody_Brotosuseno
(1 Agustus 2016)
Hari
W, Laksono. 2013. Ekonomi. Bisnis dan Keuangan. Gagal Jadi Arsitek, Sukses
Berbisnins Steak. Diambil dari: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/08/08323684/Gagal.Jadi.Arsitek..Sukses.Berbisnis.Steik
(1 Agustus 2016)
Puri. 2016. Jody Broto Suseno dan Warung Kesuksesan Akhirat. Diambil dari: http://www.dream.co.id/orbit/jatuh-bangun-jody-broto-suseno-rintis-bisnis-steak-160210y/memegang-prinsip-spiritual-company-g6a.html (1 Agustus 2016)
Puri. 2016. Jody Broto Suseno dan Warung Kesuksesan Akhirat. Diambil dari: http://www.dream.co.id/orbit/jatuh-bangun-jody-broto-suseno-rintis-bisnis-steak-160210y/memegang-prinsip-spiritual-company-g6a.html (1 Agustus 2016)
Suharyadi,
Arissetyanto Nugroho, dkk. 2004. Kewirausahaan Membangun Usaha Sukses Sejak
Usia Muda. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar