Oleh : LUKMAN WIBISONO (@P38-LUKMAN)
Indonesia adalah Negara kepulauan yang
sangat besar dan luas, dan termasuk Negara Kepulauan Terbesar di Dunia. Di
dalam Negara Kepulauan yang besar ini juga banyak SDM yang sangat bagus untuk
Industri KeDirgantaraan Nasional. Indonesia adalah Negara satu-satunya di Asia
Tenggara yang mampu memproduksi Pesawat Terbang.
Awal mula keterlibatan Bangsa
Indonesia dalam Industri Dirgantara adalah saat Pemerintahan Kolonial
Hindia-Belanda. Pada era pemerintah kolonial Belanda, tidak ada program desain
pesawat terbang, melainkan mereka melakukan serangkaian kegiatan yang berkaitan
dengan pembuatan lisensi, evaluasi teknis dan keselamatan untuk semua pesawat
yang beroperasi di seluruh Indonesia. Pada tahun 1914, Bagian Uji Terbang
(Bagian Uji Terbang) didirikan di Surabaya dengan tugas untuk mempelajari
kinerja penerbangan pesawat di wilayah tropis.
Kemudian pada tahun 1930, diikuti oleh
pembentukan Bagian Produksi Pesawat (Bagian Pembuatan Pesawat Udara) yang
menghasilkan pesawat AVRO-AL Kanada, dimana badan pesawat yang dimodifikasi
terbuat dari kayu lokal. Fasilitas manufaktur ini kemudian dipindahkan ke
Lapangan Udara Andir atau Lapangan Terbang Andir (sekarang Bandara Husein
Sastranegara).
Pada tahun 1937, delapan tahun sebelum
kemerdekaan Indonesia, dari permintaan pengusaha lokal dan beberapa pemuda
Indonesia, yang dipimpin oleh Tossin membangun pesawat terbang di sebuah
bengkel yang berlokasi di Jl. Pasirkaliki, Bandung. Mereka menamakannya pesawat
PK. KKH. Pesawat ini pernah mengejutkan dunia penerbangan saat itu karena
kemampuannya yang dapat terbang ke Belanda, Tiongkok dan sebaliknya. Sebelum
ini, sekitar tahun 1922, Indonesia bahkan telah terlibat dalam modifikasi
pesawat di rumah pribadi di Jl. Cikapundung, Bandung.
Pada tahun 1938, atas permintaan LW.
Walraven dan MV. Patist - desainer PK. KKH - pesawat kecil dibangun di bengkel
di Jl. Kebon Kawung, Bandung.
ERA KEMERDEKAAN
Pada tahun 1946, Biro Perencanaan
& Konstruksi didirikan di TRI-Udara atau Angkatan Udara Indonesia (sekarang
disebut TNI-AU). Disponsori oleh Wiweko Supono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan
Sumarsono, sebuah lokakarya yang khusus didirikan di Magetan, dekat Madiun,
Jawa Timur. Dari bahan sederhana sejumlah Zogling, pesawat ringan NWG-1 pun
dibuat. Kemudian pada
tahun 1948 mereka berhasil membuat mesin pesawat pertama, ditenagai oleh mesin
Harley Davidson, yang disebut WEL-X. Dirancang oleh Wiweko Supono, pesawat itu
kemudian dikenal sebagai RI-X
.
Era ini ditandai dengan munculnya
sejumlah klub aeromodelling yang menyebabkan lahirnya pelopor teknologi
penerbangan, bernama Nurtanio Pringgoadisuryo. Tetapi mereka harus menghentikan
kegiatan ini karena Pemberontakan Madiun komunis dan agresi Belanda.
Pada periode ini kegiatan penerbangan
dilakukan sebagai bagian dari revolusi fisik untuk kebebasan nasional. Pesawat
yang tersedia disini dimodifikasi untuk misi tempur. Agustinus Adisutjipto
adalah sosok yang paling luar biasa dalam periode ini, yang merancang dan
menguji terbang sebuah pesawat serta menerbangkannya dalam pertempuran udara.
Pada tahun 1953 kegiatan ini
dilembagakan menjadi Seksi Percobaan (Bagian Percobaan). Dikelola oleh 15
anggota, yang berada di bawah pengawasan Komando Depot Perawatan Teknik Udara,
dipimpin oleh Mayor Udara Nurtanio Pringgoadisurjo.
Berdasarkan desain Nurtanio, pada 1
Agustus 1954, bagian tersebut berhasil menerbangkan prototipe 'Si Kumbang',
sebuah pesawat yang terbuat dari full logam dengan satu tempat duduk dan dibuat
sebanyak tiga unit.
UPAYA MEMBANGUN INDUSTRI PESAWAT
Lima faktor utama yang mengarah pada
pendirian IPTN adalah: Ada beberapa orang Indonesia yang sejak lama bermimpi
untuk membangun pesawat terbang dan mendirikan industri pesawat terbang di
Indonesia; beberapa orang Indonesia yang memiliki penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk membangun pesawat terbang dan industri pesawat terbang;
beberapa orang Indonesia selain menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dibutuhkan, mereka juga sangat berdedikasi untuk memanfaatkan keahlian mereka
untuk pendirian industri pesawat terbang; beberapa orang Indonesia yang ahli
dalam pemasaran dan penjualan pesawat terbang untuk lingkup nasional dan
internasional; kemauan politik dari Pemerintah yang berkuasa.
Semuanya dimulai oleh Bacharuddin
Jusuf Habibie, seorang pria yang lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan,
pada 25 Juni 1936. Ia lulus dari Aachen Technical High Learning, Departemen
Konstruksi Pesawat, dan kemudian bekerja di MBB (Masserschmitt Bolkow Blohm),
sebuah industri pesawat terbang di Jerman sejak 1965. Segera Habibie
membentuk tim sukarela. Dan pada awal 1970 tim dikirim ke Jerman untuk mulai
bekerja dan mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang penerbangan di
HFB
/ MBB, tempat Habibie bekerja, untuk melaksanakan
perencanaan awal mereka.
Ketika ia akan mendapatkan gelar
doktornya pada tahun 1964, ia memiliki keinginan kuat untuk kembali ke
negaranya untuk berpartisipasi dalam program pembangunan Indonesia di bidang
industri penerbangan. Pada
bulan September 1974, ATTP menandatangani perjanjian dasar untuk kerjasama
lisensi dengan MBB, Jerman dan CASA, Spanyol untuk produksi helikopter BO-105
dan pesawat sayap tetap NC-212.
Selama 24 tahun terakhir pendiriannya,
IPTN telah berhasil mentransfer teknologi penerbangan yang canggih dan
mutakhir, sebagian besar dari belahan bumi barat, ke Indonesia. IPTN telah
menguasai desain pesawat, pengembangan, dan manufaktur komuter regional kecil
hingga menengah.
CN-235 PRODUCT DEVELOPMENT
·
Strategi Pengembangan Produk Baru
Pengembangan produk baru CN235 ini
adalah Joint-Venture dengan perusahan dirgantara asal Spanyol CASA. Research
& Development dilakukan bersama sama PT-DI & CASA dengan kesepakatan
Transfer Teknologi.
·
Penciptaan Ide
Ide penciptaan produk ini awalnya
adalah keperluan Angkut Militer. Namun banyaknya peminat pesawat ini
menginginkan fungsinya menjadi Pesawat Komersial.
·
Pengembangan dan Pengujian Konsep
Pengembangan Desain produk ini dimulai
pada tahun 1980. Prototype pertama pesawat ini diproduksi oleh CASA dengan nama
“Elena” terbang pada November 1983. Dan prototype kedua bernama “Tetuko” yang di produksi oleh IPTN
(Sekarang PT-DI) terbang pada Desember 1983.
·
Pengembangan Strategi Pemasaran
Produksi massal pada tahun 1986, untuk
10-100 versi. PT-DI sudah memproduksi lebih dari 220 versi untuk di Impor ke
luar negeri. Sedangkan CASA sudah memproduksi lebih dari 330 versi. Pemasaran
Produk ini kebanyakan ke Negara Asia & Afrika. Karena di Eropa sudah ada
CASA.
·
Pengembangan Produk
Seperti yang sudah dikatakan
sebelumnya PT-DI sudah memproduksi lebih dari 220 versi untuk di Impor ke luar
negeri. Produk utamanya adalah :
o
CN235-220
untuk Sipil
o
CN235-220
untuk Militer Transport
o
CN235-220
untuk Misi Spesial
Belakangan ini juga ada rumor PT-DI
akan menambahkan fiture gunships untuk CN235.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.