JIWA
KEWIRAUSAHAAN DAN NILAI KEWIRAUSAHAAN MENINGKATKAN KEMANDIRIAN USAHA MELALUI
PERILAKU KEWIRAUSAHAAN
Oleh : Susandy Sidanan
Habib @U36-SUSANDY
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia
Tenggara (ASEAN) khususnya Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand
dan Vietnam, mencapai 5 persen pada tahun 2011, dan ditargetkan menjadi 5,6
persen selama tahun 2012-2016, 2 persen lebih rendah dibanding tahun 2010.
Permintaan dari luar tidak tumbuh terlalu banyak, maka ekonomi ASEAN beralih ke
penggerak pertumbuhan domestik dalam jangka menengah dan mulai menggali sebagai
strategi alternatif untuk perkembangan jangka panjang. Ketidakpastian global
dan tantangan baru, sifat pertumbuhan di Asia berubah menjadi lebih seimbang.
Jenis baru pertumbuhan ekonomi dibutuhkan di Asia Tenggara, ketidakpastian
global adalah peluang untuk menciptakan ulang pertumbuhan (Pezzini 2012). Untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam ketidakpastian global, perlu
melakukan pemberdayaan usaha kecil yang dianggap mampu mengembangkan produksi.
Sesuai dengan program pemerintah ditargetkan 5 juta wirausaha baru sampai
dengan 2025 dengan mengembangkan sumber daya manusia untuk kemajuan wirausaha
nasional. Terdapat empat masalah pokok dalam pengembangan kewirausahaan
nasional, terutama sektor kecil, dan menengah, diantaranya adalah terkait
dengan akses pembiayaan, akses pemasaran, regulasi birokrasi, dan kapasitas UKM.
Upaya peningkatan kapasitas wirausaha, pemerintah berupaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam kewirausahaan dengan tiga tahap, yaitu
pembibitan, penempaan, dan pengembangan. Kewirausahaan tertuang dalam Peraturan
Menteri Negara Koperasi dan UKM, Nomor: 06/Per/M.KUKM/VIII/ 2012 dengan harapan
untuk mendorong dan mengakselerasi pemberdayaan Koperasi dan UMKM serta
meningkatkan daya saing. Usaha kecil merupakan tumpuan yang diharapkan untuk
mengambil strategi dengan menjadikan usaha yang mandiri, sehat, kuat, berdaya
saing serta mengembangkan diri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta
mendukung perluasan kesempatan kerja dalam mewujudkan demokrasi ekonomi.
Peningkatkan kualitas kelembagaan dilakukan secara berjenjang melalui upaya
membangunkan (awakening), pemberdayaan (empowering), pengembangan (developing),
penguatan (strengthening). Permasalahan dari berbagai penjuru menimpa pelaku
usaha kecil, diantaranya adalah organisasi lemah, pemasaran sulit, modal usaha
kecil, jiwa kewirausahaan rendah, kurang memperhatikan lingkungan dan layanan
kurang baik (Sukirman 2010). Keterpurukan usaha kecil tidak terlepas dari
ketergantungan terhadap pemerintah, perilaku kewirausahaan tanpa didasari
kemampuan dalam mengelola usaha, serta regulasi di sektor usaha kecil yang
dipandang belum mampu mendorong terciptanya pengelolaan usaha kecil yang
dinamis dan inovasi. Perilaku kewirausahaan memperlihatkan kemampuan pengusaha
untuk melihat ke depan, berfikir dengan penuh perhitungan, mencari pilihan dari
berbagai alternatif masalah dan pemecahannya masih kurang Suseno (2008). Pelaku
usaha kecil sudah memiliki sikap proaktif dan inisiatif yang bagus dalam
mengembangkan usaha. Pengetahuan kewirausahaan, motif berprestasi, kemandirian
pribadi mempunyai daya dukung secara signifikan terhadap kemandirian usaha
(Qamariyah & Dalimunthe 2012). Pelaku usaha kecil dalam aspek orientasi
prestasi dan komitmen dengan pihak lain masih kurang baik, hal ini ditunjukkan
dari tidak munculnya kemauan untuk mengembangkan produk baru serta
ketergantungan pada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah (Suseno
2008). Ketidakmampuan dalam persaingan serta rendahnya tingkat pengelolaan
perilaku kewirausahaan merupakan tantangan bagi pelaku usaha kecil untuk mampu
tumbuh dan berkembang menuju kemandirian usaha. Pada sisi lain diperlukan
adanya pertumbuhan usaha kecil yang didasari pada nilai-nilai kewirausahaan dan
jiwa kewirausahaan dengan harapan mampu membentuk perilaku usaha kecil dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu perlu adanya
strategi pemberdayaan usaha kecil menuju kemandirian usaha dengan pendekatan
jiwa kewirausahaan, nilai kewirausahaan dan perilaku kewirausahaan. Tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk memberi bukti empiris sejauh mana jiwa dan
nilai kewirausahaan mempengaruhi terbentuknya kemandirian usaha dari aspek jiwa
kewirausahaan, nilai kewirausahaan, perilaku kewirausahaan, dan kemandirian
usaha. Hasil kajian akan memberikan output tentang pemberdayaan usaha kecil
menuju kemandirian usaha, yang memuat strategi pengelolaan jiwa kewirausahaan,
strategi pengelolaan nilai kewirausahaan, dan strategi pengelolaan perilaku
kewirausahaan.
KAJIAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Undang-Undang No 20 tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, memberi batasan bahwa usaha kecil
merupakan usaha ekonomi produktif yang mandiri, dilakukan oleh perseorangan
atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dari usaha menengah atau usaha besar, memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus
juta rupiah). 116 Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471 Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Terwujudnya usaha kecil didasari adanya jiwa kewirausahaan yang merupakan
kepribadian dan telah terinternalisasi melalui nilai-nilai kewirausahaan bagi
orang yang melakukan kegiatan usaha. Jiwa kewirausahaan meliputi kepribadian
yang memiliki tindakan kreatif sebagai nilai, gemar berusaha, tegar dalam
berbagai tantangan, percaya diri, memiliki self determination atau locus of
control, berkemampuan mengelola risiko, perubahan dipandang sebagai peluang,
toleransi terhadap banyaknya pilihan, inisiatif dan memiliki need for
achievement, perfeksionis, berpandangan luas, menganggap waktu sangat berharga
serta memiliki motivasi yang kuat, dan karakter itu telah menginternalisasi
sebagai nilai-nilai yang diyakini benar (Kuratko 2003). Jiwa kewirausahaan
merupakan nyawa kehidupan dalam kewirausahaan yang pada prinsipnya merupakan sikap
dan perilaku kewirausahaan dengan ditunjukkan melalui sifat, karakter, dan
watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam
dunia nyata secara kreatif (Hartanti 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi
jiwa kewirausahaan seseorang diantaranya adalah: percaya diri (keyakinan),
optimisme, disiplin, komitmen, berinisiatif, motivasi, memiliki jiwa
kepemimpinan, suka tantangan, memiliki tanggung jawab, dan human relationship
(Nasution 2007: 42-44; Suryana 2006:3). Nilai-nilai kewirausahaan merupakan
prasyarat yang berhubungan dengan perilaku kewirausahaan, (Frederick et al.,
2006; Kickul & Gundry, 2002; Schein 2001). Nilai-nilai tersebut terdiri
atas kreativitas, pengambilan risiko, inovasi, berorientasi prestasi, ambisi, dan
kemerdekaan Boohene et al. (2008). Nilai dalam menjalankan bisnis mengandung
unsur pertimbangan yang mengembangkan gagasan-gagasan seorang pribadi atau
sosial, maka lebih dipilih dibanding dengan bentuk perilaku atau bentuk akhir
keberadaan perlawanan atau kebaikan. Nilai menjadi dasar dalam memahami sikap
dan motivasi serta nilai mampu mempengaruhi persepsi perilaku dalam menjalankan
bisnis, oleh karena itu nilai sangat penting untuk dipelajari dalam mengelola
perilaku organisasi (Robbins 2007). Salah satu sumber yang dimiliki perusahaan
skala kecil dan menengah adalah nilai kepribadian seseorang wirausaha, yaitu
nilai-nilai kepribadian yang melekat pada diri seseorang pemilik yang sekaligus
pimpinan perusahaan. Nilai yang dianut dalam menjalankan suatu bisnis pada
umumnya merupakan nilai-nilai kewirausahaan (Alma 2001). Kewirausahaan
merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, dan sumber daya
untuk mencari peluang menuju sukses. Proses kreatif hanya dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki kepribadian kreatif dan inovatif, yaitu orang yang
memiliki jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahaan, dengan ciri-ciri: penuh
percaya diri, indikatornya adalah penuh keyakinan, optimis, berkomitmen,
disiplin, bertanggung jawab; memiliki inisiatif, indikatornya adalah penuh
energi, cekatan dalam bertindak, dan aktif; memiliki motif berprestasi,
indikatornya terdiri atas orientasi pada hasil dan wawasan ke depan; memiliki
jiwa kepemimpinan, indikatornya adalah berani tampil beda, dapat Jurnal Ekonomi
dan Bisnis 117 Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471 dipercaya, dan
tangguh dalam bertindak; berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan
(Suryana 2006). Sekumpulan aktivitas perusahaan dalam mengembangkan inovasi,
pencarian usaha baru (venturing), dan pembaharuan strategik (strategic renewal)
merupakan bagian dari perilaku kewirausahaan (Guth & Ginsberg 1990). Konsep
kewirausahaan yang dilihat sebagai fenomena pada level perusahaan mengarah
kepada perilaku perusahaan, pengambilan risiko, upaya inovatif, dan penetapan
strategi yang proaktif. Perubahan kebutuhan pelanggan, perubahan industri,
munculnya persaingan, perubahan nilai sosial dan demografi, teknologi baru dan
inovasi akan menciptakan banyak ketidakpastian serta seringkali mengharuskan
organisasi untuk bereaksi dengan melakukan banyak perubahan yang meningkatkan
risiko atau kemungkinan gagal. Organisasi tidak selalu hanya secara pasif
melakukan reaksi atas perubahan lingkungan, namun juga terlibat langsung dalam
perubahan lingkungan (Welsch et al., 2003). Kepekaan didefinisikan sebagai
kemampuan yang proaktif, reaktif untuk menggunakan komponen yang ada dalam
melakukan perubahaan sesuai dengan kondisi lingkungan. Perubahan lingkungan
yang cepat dan didukung dengan adanya informasi yang mudah diperoleh,
perusahaan harus membangun kemampuan untuk siap siaga dan memiliki kepekaan
menghadapi hal tersebut (Zaheer 2001). Kepekaan organisasi diartikan bagaimana
organisasi merespon kebutuhan pelanggan, baik saat ini maupun di massa yang
akan datang, berdasarkan informasi yang diperoleh (Kohli & Jaworski 1990).
Keberhasilan perusahaan dalam lingkungan yang berubah cepat ditentukan oleh
kemampuan dan kecepatan memberikan respon untuk menetapkan keputusan yang
tepat, seiring sejalan dengan informasi yang diperoleh (Eisenhardt & Martin
2000). Kemandirian usaha yang terbentuk bagi pelaku usaha kecil merupakan sikap
dan kondisi usaha yang memiliki semangat entrepreneurship untuk semakin mampu
memenuhi kebutuhan dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri (pasal 1
ayat 8 Permen KUKM N0: 02/Per/M.KUKM/I/2008). Pengembangan usaha kecil yang
tangguh dan mandiri dengan tujuan mempermudah, memperlancar dan memperluas
akses usaha kecil kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan
kesempatan yang terbuka dan potensi terhadap sumberdaya lokal serta
menyesuaikan skala usaha sesuai dengan tuntutan efisiensi (Siswoyo 2009).
Sistem pengembangan usaha kecil dibangun dengan melalui pengembangan pendukung
jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin tersebar dan bermutu untuk
meningkatkan akses usaha kecil terhadap pasar, dan sumberdaya produktif,
seperti sumber daya manusia, modal, pasar, teknologi dan informasi termasuk
mendorong peningkatan intermediasi lembaga keuangan. Sebagian besar pengusaha
kecil di Indonesia mempunyai alasan berusaha karena adanya peluang bisnis dan
pangsa pasar yang aman serta besar (Tambunan 2012:6). Akibatnya usaha kecil
lebih banyak muncul karena kemandirian dalam menjalankan usaha, walaupun 118
Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471 Jurnal Ekonomi dan Bisnis masih
terjadi beberapa kegagalan karena belum memiliki kemampuan dalam
menyelenggarakan kegiatan bisnis. Kebijakan strategis dan terpadu untuk
mengembangkan sektor usaha kecil, ditetapkan dengan harapan menjadikan usaha
kecil sebagai kekuatan ekonomi mandiri, mampu memberi kontribusi yang
signifikan terhadap pendapatan domestik bruto. Penguatan lembaga pembiayaan
serta kebijakan strategis dalam mengembangkan usaha sektor kecil merupakan
kekuatan ekonomi yang mandiri untuk terbentuknya usaha kecil yang tangguh dan
sehat (Sukirman & Indrayani 2014). Pemberdayaan masyarakat merupakan pola
pikir untuk merubah kondisi masyarakat ke arah yang lebih maju. Program yang
telah dilaksanakan di bidang usaha ekonomi khususnya pada sub bidang bantuan
pembangunan dan ekonomi masyarakat, beserta dampak program pemberdayaan
tersebut terhadap kemandirian usaha ekonomi masyarakat miskin diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Basuki 2007). Akibatnya diperlukan
adanya kerjasama yang baik antar pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan
kemandirian untuk melaksanakan kegiatan usaha sebelum beralih ke pemberdayaan
masyarakat berikutnya. Pemberdayaan yang dilaksanakan dapat meningkatkan
kemandirian ekonomi terutama pada produktivitas dan pendapatan masyarakat yang
mendapatkan bantuan (Kurniawati 2013). Pilihan strategi dalam perusahaan kecil
diimplementasikan berdasarkan tujuan pribadi dan keinginan pemilik yang
didasarkan pada nilai-nilai pribadi pengelola usaha (Boohene, Sheridan, &
Kotey 2008). Nilai-nilai pribadi yang terkait dengan strategi yang proaktif,
sering disebut sebagai nilai-nilai kewirausahaan, meliputi kreativitas,
pengambilan risiko, inovasi, berorientasi prestasi, ambisi, dan kemerdekaan
(Hodgetts & Kuratko 2001; Kickul & Gundry 2002; Boohene et al., 2008).
Selain itu nilai-nilai kesetaraan, perlindungan sosial dan kasih sayang
digambarkan sebagai stategi konservatif dan dikaitkan dengan tipe yang reaktif
(Kotey & Meredith 1997; Boohene et al., 2008). Sifat kepribadian seorang
wirausaha mempunyai pengaruh positif terhadap prestasi perusahaan, sebaliknya
seseorang yang tidak mempunyai nilai kewirausahaan terdapat pengaruh negatif
terhadap kinerja usaha. Selain itu membuktikan bahwa sifat kepribadian seorang
wirausaha mampu mempengaruhi variasi prestasi perusahaan (Alma 2001). Sifat
kepribadian yang tinggi seperti pengawasan internal yang tinggi, kesediaan
menanggung risiko yang tinggi, keperluan berprestasi yang tinggi, selalu
berusaha untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik dengan merubah tata
cara mengelola usaha. Prestasi usaha yang dikelola oleh wirausaha yang memiliki
sifat wirausaha tinggi akan lebih baik dibandingkan dengan usaha yang dikelola
oleh wirausaha yang memiliki sifat kepribadian wirausaha rendah (Alma 2001).
Pemberdayaan berdasarkan
tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan (Suharto 2005:210) merupakan sebuah
proses dimana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagi
pengontrolan, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga
yang mempengaruhi kehidupan. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh
ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupan
dan kehidupan orang lain yang menjadi keahliannya. Hubungan antar peran
masing-masing stakeholder usaha kecil (Karsidi 2007) diharapkan mampu
memberikan sumbangan yang signifikan bagi kemajuan usaha. Pemberdayaan usaha
kecil perlu diberi motivasi dan manfaat dari berbagai peluang dan fasilitasi
yang diberikan oleh berbagai pihak (stakeholder) karena tanpa partisipati,
usaha kecil secara individu maupun kelompok akan berakibat gagalnya usaha
pemberdayaan yang dilakukan. Pelaku usaha mikro belum mampu memanfaatkan
pengelolaan manajemen organisasi, sehingga memerlukan adanya bimbingan
pengelolaan manajemen untuk mewujudkan terbentuknya jiwa kewirausahaan
(Sukirman 2010). Selain itu struktur organisasi kurang jelas sehingga berdampak
pada ketidak jelasan dalam mewujudkan kemandirian usaha, yang akhirnya saling
melempar tanggung jawab apabila terjadi permasalahan dalam menjalankan usaha.
Pengelolaan lingkungan pada industri kecil belum dilaksanakan secara maksimal,
kaitannya dengan keterlibatan karyawan, kinerja lingkungan, kinerja perusahaan dan
perilaku kewirausahaan (Sukirman 2012). Sehingga dibutuhkan adanya keterkaitan
antara industri kecil dengan karyawan dalam meningkatkan kinerja lingkungan
menuju keberhasilan terbentuknya perilaku kewirausahaan. Selain itu, pembinaan
dan pengembangan usaha kecil dalam pembangunan ekonomi masih dirasakan sangat
diperlukan untuk memacu terbentuknya nilai kewirausahaan dengan harapan mampu
meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian dalam upaya mensejahterakan
masyarakat (Glendoh 2013). Pimpinan perusahaan termasuk usaha kecil perlu
memiliki kemampuan melakukan manajemen survival agar usahanya tetap dapat hidup
dan semakin meningkat. Hubungan antara proses perencanaan dan kinerja kelompok
perusahaan kecil dalam pengembangan industi, menunjukkan bahwa perencanaan
strategis mampu meningkatkan pengembangan perusahaan kecil dengan berdasarkan
pada kelompok usaha yang mandiri (Bracker et al., 2006). Berdasarkan pada
pengertian dan konsep toritis maka kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada
Gambar 1. 120 Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471 Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Gambar 1 Model Penelitian Sumber: Bass dan Avolio (1993) dan Ogbonna dan
Harris (2000)
Kesimpulan
Penguatan jiwa
kewirausahaan akan menimbulkan dampak pada penguatan perilaku kewirausahaan,
juga peningkatan nilai kewirausahaan akan meningkatkan perilaku kewirausahaan.
Peningkatan jiwa kewirausahaan mampu meningkatkan terbentuknya kemandirian
usaha, tetapi belum menjadi sesuatu yang bermakna, artinya pelaku usaha kecil
yang mampu meningkatkan jiwa kewirusahaan tidak serta merta akan membentuk
kemandirian usaha. Penguatan nilai kewirausahaan mampu meningkatkan pembentukan
kemandirian usaha, tetapi tidak mempunyai arti yang bermakna, karena jiwa
kewirausahaan yang dibentuk oleh pelaku usaha kecil belum merupakan faktor yang
memungkinkan untuk membentuk terjadinya kemandirian usaha. Sedangkan penguatan
pada perilaku kewirausahaan mampu menciptakan terbentuknya kemandirian usaha
bagi pelaku usaha kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Baten, Md. 2018. “Beyond
the fraud triangle; why people engage in pecuniary crimes? Introduction.” Int.
J. Adv. Res 6 (1): 2320–5407. https://doi.org/10.21474/IJAR01/6313. Alma,
Buchari. 2001. Kewirausahaan. Bandung: Alfa Beta. Amelia. 2009. “Pengaruh
pengetahuan kewirausahaan dan kemandirian pribadi terhadap kinerja usaha (studi
kasus pada pedagang pakaian pajak sore jalan jamin ginting).” FE Universitas
Sumatera Utara. Astuti, S, dan T. Sukardi. 2013. “Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian untuk berwirausaha pada siswa SMK.” Jurnal Pendidikan Vokasi 3 (3):
334– 46. Bass, Bernard M, dan Bruce J Avolio. 1993. “Tansformational leadership
and organizational culture bass.” Public Administration Quarterly 17 (1):
112–21. https://doi.org/10.1080/01900699408524907. Basuki, R. 2007. “Analisis
hubungan antara motivasi, pengetahuan kewirausahaan, dan kemandirian usaha
terhadap kinerja pengusaha pada kawasan industri kecil di daerah pulogadung.”
Jurnal Usahawan 2 (10): 1–8. Boohene, Rosemond, Alison Sheridan, dan Bernice
Kotey. 2008. “Gender, personal values, strategies and small business
performance: A Ghanaian case study.” Equal Opportunities International 27 (3):
237–57. https://doi.org/10.1108/02610150810860075. Bracker, Jeffrey S., Barbara
W. Keats, dan John N. Pearson. 2006. “Planning and financial performance among
small firms in a growth industry.” Strategic Management Journal 9 (6): 591–603.
https://doi.org/10.1002/smj.4250090606. Choueke, Richard, dan Roger Armstrong.
1988. “The learning organisation in small and medium-size enterprises, a
destination or a journey.” International Journal of Entrepreneurial Behaviour
& Research 4 (2): 129–140. https://doi.org/10.1108/13552559810224585.
Djodjobo, Vanessa Cynthia, dan Hendra N Tawas. 2016. “Pengaruh orientasikewirausahaan,
inovasi produk, dan keunggulan bersaing terhadap kinerja pemasaran usaha nasi
kuning di kota Manado.” Jurnal EMBA 2 (3): 1214–24. Eisenhardt, K. M, dan J.A.
Martin. 2000. “Dynamic capabilities: What are that?” Strategic Management
Journal 15 ((Winter Special Issues)): 1105–21. Frederick, H., Donald F.
Kuratko, dan Richard M. Hodgetts. 2006. Entrepreneurship: theory, process and
practice. Asia-Pacif. Cengage Learning Australia Pty Limited. Ghozali, dan
Fuad. 2005. Structural equation modeling teori konsep dan aplikasi dengan
program Lisrel 8.54. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Glendoh, S. H. 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar