November 12, 2022

MENGEMBANGKAN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK KEBERHASILAN PERUSAHAAN

 

Oleh: Seisha Milanisti (@V32-Seisha)

ABSTRAK

Kewirausahaan berperan strategis dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Masalah-masalah yang terdapat pada perusahaan merupakan bagian dalam ekosistem kewirausahaan, yakni sebuah pendekatan teoritis untuk pengembangan kewirausahaan. Ekosistem kewirausahaan tersusun dari budaya, kebijakan, keuangan, sumber daya manusia, pasar, kelembagaan dan infrastruktur yang harus terkait dan terkordinasi baik formal mapun informal. Ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu dikembangkan menjadi sebuah ekosistem yang saling mendukung di antara para aktor dan faktor di dalamnya guna memberikan pengaruh positif bagi perusahaan. Penelitian mengenai ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu ditingkatkan dan dikembangkan supaya dapat memberikan konsepsi gambaran ekosistem kewirausahaan yang cocok dengan karakter kewirausahan di Indonesia.

Kata Kunci: Ekosistem, Kewirausahaan, Perusahaan, Pengembangan


PENDAHULUAN

Jumlah wirausaha di Indonesia saat ini hanya sekitar 3,4%. Angka tersebut masih jauh di bawah negara Singapurayang sudah mencapai sekitar 8% dan Jepang yang sudah lebih dari 11%. Data ini diungkapkan oleh Eka Sri Dana Afriza, selaku Ketua Tim Program Penguatan Ekosistem Kewirausahaan Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Vokasi (PTPPV) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek pada hasil riset yang diselenggarakan oleh Direktorat Kemitraan dan Penyelerasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Hakim, 2021).

Pertumbuhan jumlah wirausaha di Indonesia belum signifikan dikarenakan ekosistem kemitraan yang terjalin antara dunia usaha dan dunia industri dengan sekolah dan perguruan tinggi masih sangat minim, sehingga kemampuan berwirausaha pada anak didik belum mencapai angka yang ditargetkan. Padahal, kebutuhan akan minat dan peluang para siswa dan mahasiswa untuk membangun  usaha sendiri saat ini justru mengalami peningkatan. Hal ini karena didukung oleh kurikulum yang penuh dengan muatan nilai-nilai kewirausahaan, seperti kemampuan mengorganisasi sumberdaya, mampu menciptakan nilai, memiliki kemandirian, adaptasi sosial, kreasi inovasi yang orisinil, orientasi pada hasil, berfikir kedepan, dan bertanggung jawab (Saputra, 2011; Wiratno, 2012).

Ekosistem mulai dikaitkan dengan dunia bisnis dengan lahirnya ekosistem kewirausahaan yang menyatakan bahwa bisnis bukan lahir dari ruang kosong dan dalam bisnis ada hubungan interaksi yang terjadi antar para aktor yang berkepentingan untuk pertumbuhan perusahaan (Moore, 1993 dalam Purbasari 2019). Pada kesempatan itu Isenberg menyatakan bahwa struktur dalam ekosistem kewirausahan mencakup 6 (enam) pilar yang menjadi pembentuknya, yakni (i) kondusivitas budaya (adanya toleransi pada resiko dan kegagalan, pandangan positif dalam kewirausahaan); (ii) kepemimpinan dan pembuatan kebijakan yang mendukung seperti insentif, aturan/regulasi, kebijakan dan kepemimpinan yang mendukung (insentif regulasi, dukungan lembaga publik); (iii) Adanya pembiayaan yang memadai (kredit mikro, permodalan ventura, dsb); (iv) Human capital / sumber daya manusia (SDM) (Lembaga pendidikan dan pelatihan, ketrampilan SDM); (v) Ketersediaan pasar dan kemampuannya menyerap produk; dan (vi) Dukungan Lembaga lain serta infrastruktur (Bidang hukum, legal, akuntansi, komputerisasi dan IT serta kelompok kewirausahaan).

 

PERMASALAHAN

Entreprenuerial Ecosystem atau Ekosistem Kewirausahaan diperkenalkan pertama oleh Daniel Isenberg (2010) melalui tulisannya How to start an Entreprenuerial ecosystem dan kemudian dilengkapi melalui tulisannya di Institute of International European Affair pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa secara umum, ekosistem kewirausahaan terdiri dari kemudahan akses pasar, adanya tenaga kerja, akses permodalan, system pendukung (seperti mentor, konsultan dan incubator), kebijakan dan peraturan, infrastruktur, sistem pendidikan dan pelatihan, dukungan dari Lembaga pendidikan tinggi dan juga dukungan sosial-budaya. Dari penjelasan di atas, bagaimanakah pengaruh ekosistem kewirausahaan untuk kemajuan suatu perusahaan?

 

PEMBAHASAN

Ekosistem wirausaha adalah konsep yang relatif baru, yang memiliki beberapa definisi dan belum adanya definisi bersama. Konsep ekosistem kewirausahaan menekankan bagaimana kewirausahaan dimungkinkan tercipta oleh serangkaian sumber daya dan faktor yang secara komprehensif memiliki peran penting untuk dimainkan dalam seluruh tindakan kewirausahaan. Dalam ekosistem kewirausahaan disadari bahwa sebagian besar seringkali tampaknya bersifat lokal di mana sebuah ekosistem akan berbeda dari daerah satu ke daerah lain, ekosistem kewirausahaan seringkali terikat dengan kontak sosial atau mobilitas lokal di sebuah daerah yang belum tentu dimiliki daerah lain (Stam 2014).

Dalam berbagai pandangan para ahli tentang ekosistem kewirausahaan, terdapat dimensi yang melekat pada ekosistem untuk mendukung kewirausahaan. Dimensi ini kemudian menjadi penentu kompleksitas sebuah ekosistem kewirausahaan yang berhubungan dengan jumlah aktor dan faktor yang terkait. Dimensi yang ada dalam ekosistem dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori yakni sosial, politik, ekonomi dan juga budaya (Isololipu, 2018). Ekosistem kewirausahaan menurut Isenberg (2011) terdiri dari 6 (enam) dimensi yang di dalam 6 (enam) dimensi tersebut masih memiliki banyak elemen. Isenberg (2011) membagi ekosistem kewirausahaan menjadi budaya, kebijakan, keuangan, human capital, pasar dan dukungan kelembagaan dan infrastruktur. Seluruh dimensi di atas kemudian melakukan interaksi yang saling mempengaruhi dan menghasilkan antar satu sama lain (Spigel, 2015).

Membangun ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu memperhatikan budaya kewirausahaan yang masih dalam tahap sangat dini dan belum matang (Kurniawan, 2015). Di Indonesia diyakini bahwa pola pikir pengusaha masih lebih terfokus pada keuntungan yang instan dibandingkan pada pembangunan usaha yang berkelanjutan (Kurniawan, 2015). Membangun usaha yang berkelanjutan memiliki konsekuensi waktu yang panjang dan melelahkan, karena memerlukan pembangunan manusia, jejaring dan sumberdaya lainnya (Kurniawan, 2015). Peran pemerintah, wirausahawan, dan pihak bank sangat diperlukan untuk membangun ekosistem kewirausahaan yang dapat berjalan lancar. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan memberikan konsepsi gambaran ekosistem kewirausahaan yang cocok dengan karakter kewirausahan di Indonesia.

 

KESIMPULAN

Penulisan artikel ini bertujuan untuk menyajikan tinjauan serta sintesis literatur yang tersedia mengenai ekosistem kewirausahaan bagi perusahaan yang menitikberatkan pada komponen-komponen di dalamnya yakni kebijakan, infrastruktur, sumber daya manusia, keuangan, pasar, dan sosial dan seluruh aktor-aktor yang terlibat dalam ekosistem kewirausahaan.

Konsep ekosistem kewirausahaan menjadi aspek penting untuk perusahaan karena diyakini mampu menjadi sebuah ekosistem sehat yang menjadi tempat lahir dan tumbuhnya usaha yang berkelanjutan. Ekosistem kewirausahaan perlu dikembangkan menjadi sebuah ekosistem yang terkait dan saling mendukung di antara para aktor di dalamnya guna memberikan rangsangan dan pengaruh positif bagi perusahaan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, A. R. (2021, Agustus 14). Kemendikbudristek Bentuk Program Penguatan Ekosistem Kewirausahaan. Liputan6.com. Diakses dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/4623705/kemendikbudristek-bentuk-program-penguatan-ekosistem-kewirausahaan

Isenberg, Daniel. (2011). The Entrpreunership Ecosystems Strategy as a New Paradigm of Economics Policy: Principle for Cultivating Entreprenuership. Babson Global.

Nur Wanita Kurniawan. (2015). Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Palu. Jurnal Penelitian Ilmiah LP2M IAIN Palu. Vol 3.

Saputra, Y. N. (2011). Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan di Sekolah Menegah Pertama. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 17(5), 599-607.

Stam & Spiegel. (2016), Entreprenuerial Ecosystems. Discussion Paper Series Utrecht School of Economics. Tjalling Koopmans Research Institute.

Wiratno, S. (2012). Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,18(4), 453-466.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar